Menurut
wikipedia, cyber crime (kejahatan dunia maya) adalah isitlah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding ,confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
Kasus Cybercrime pertama kali pada tahun 1983, pertama kalinya FBI menangkap kelompok kriminal komputer 414S (414 merupakan kode area lokal mereka) yang berbasis di Milwaukee, AS. Kelompok ini melakukan pembobolan 60 komputer dari komputer milik Pusat Kanker Memorial Sloan-Kattering, hingga komputer milik Laboratorium Nasional Los Alamos.
Modus kejahatan ini adalah hacker, karena mereka memasuki sistem orang lain dengan membobol 60 komputer, namun mereka hanya ingin memahami dan mengusasai sistem tanpa ada niat merusak dan mengambil kerahasiaan data.
Contoh kasus cyber crime yang pernah terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut :
Kasus 1
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui
komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari
1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank
swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana
komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah
berupa
computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal,
kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana
kejahatan.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada
bank dengan menggunaka komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai
dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam
dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus
perbuatan yang dilakukannya.
Kasus 2 Tentang pornografi
Kasus ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus
video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video
tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan
sekarang kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada
perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu
sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang
yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai
berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56,
dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda
minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
Kasus 3 Tentang Hacking
Istilah
hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya
minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan
bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering
melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut
cracker.
Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking
di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan
account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan
virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut
sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang
bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat
memberikan layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk
menipu atau mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut tidak dapat
mengakses web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan
pada kasus
deface atau
hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti
website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Kasus 4 Tentang Carding
Carding, salah satu jenis cyber crime yang terjadi di Bandung sekitar
Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri
nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan
mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali
berhasil melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang
lain. Para pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar
di kota Bandung. Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor
kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi,
para petugas kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan
dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu
kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs
lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik
dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang
Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Kasus 5 Tentang Cybersquatting
Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis kasus
cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009, Twitter (salah satu
jejaring social yang sedang naik pamor di masyakarat belakangan ini)
kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu
membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti
semua follower. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus
penyebaran malware di seantero jejaring social. Twitter tak kalah jadi
target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan
video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload
Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.
Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus, akun yang
bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu
mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang
mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk
penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi
tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya
belum ada kepastian hukum.
Kasus 6 Tentang Perjudian Online
Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan
perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para
pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua
anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke
0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat
internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga
Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap
petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa
mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain
judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan
sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian
dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
Kasus 7 Tentang Mencemarkan diri pribadi orang lain dalam ranah internet
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah
Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah
Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah
bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang
pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak
memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita
Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat
elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia
maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa
dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana.
Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan
perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama
baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik
yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian
untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis
Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. (kasus yang telah terjerat
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE)).
Kasus 8 Tentang Asusila dalam media elektronik
Aktor Taura Denang Sudiro alias Tora Sudiro dan Darius Sinathrya,
mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya untuk membuat
laporan penyebaran dan pendistribusian gambar atau foto hasil rekayasa
yang melanggar kesusilaan di media elektronik.
"Saya membuat laporan, sesuai apa yang saya lihat di media twitter.
Sebenarnya, saya sudah melihat gambar itu bertahun-tahun lalu. Awalnya
biasa saja, namun sekarang anak saya sudah gede, nenek saya juga
marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu adalah editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5).
Ia melanjutkan, pihaknya memutuskan untuk membuat laporan dengan nomor
TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal 15 Mei 2013, karena
penyebaran foto asusila itu kian ramai dan mengganggu privasinya.
"Saya merasa dirugikan. Sekarang juga kembali ramai (penyebarannya),
Darius juga terganggu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat laporan.
Pelakunya belum tahu siapa, namun kami sudah meminta polisi untuk
menelusurinya," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Darius, menyampaikan dirinya juga sudah
mengetahui beredarnya foto rekayasa adegan syur sesama jenis itu, sejak
beberapa tahun lalu.
"Sudah tahu gambar itu, beberapa tahun lalu. Awalnya saya cuek, mungkin
kerjaan orang iseng saja. Namun, sekarang banyak teman-teman di daerah
menerima gambar itu via broadcast BBM. Bahkan, anak kecil saja bisa
melihat. Ini yang sangat mengganggu saya," jelasnya.
Darius yang merupakan saksi dan korban dalam laporan itu menambahkan,
banyak teman-teman daerah memintanya untuk mengklarifikasi apakah benar
atau tidak foto itu. "Ya, jelas foto ini palsu. Makanya kami laporkan," katanya.
Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP
Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan penyeledikan sementara,
disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau editan.
"Kami baru melakukan penyelidikan awal dan menyimpulkan ini foto
editan, bukan foto asli. Hanya kepala mereka (Tora, Darius dan Mike)
dipasang ke dalam gambar asli, kemudian ditambahkan pemasangan poster
Film Naga Bonar untuk menguatkan karakter itu benar-benar Tora. Selain
itu tak ada yang diganti. Editor tidak terlalu bekerja keras (mengubah),
karena hampir mirip gambar asli," paparnya.
Langkah selanjutnya, kata Audie, pihaknya bakal segera melakukan
penelusuran terkait siapa yang memposting gambar itu pertama kali.
"Kami akan mencoba menelusuri siapa yang mengedit dan memposting
gambar itu pertama kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun lalu, tahun 2010.
Kesulitan melacak memang ada, karena terkendala waktu yang sudah cukup
lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo
Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik," tegasnya.
Sumber :